SMA NEGERI 3 KOTABUMI-LAMPUNG

SMA NEGERI 3 KOTABUMI-LAMPUNG
Wish You All The Best

Senin, 10 November 2014

KATA MAJEMUK, IDIOM DAN KOMPOSITUM



I. PENDAHULUAN


            Kompositum atau bentuk majemuk adalah penggabungan dua bentuk kata atau lebih. Bentuk ini terdiri atas verba majemuk dan verba nominal. Verba majemuk adalah deret dua kata atau lebih menghasilkan makna yang masih dapat diruntut dari makna komponennya yang tergabung (Moeliono, 2001: 22).
            Kata terjun dan kata payung dapat digabungkan menjadi terjung payung. Makna perpaduan ini masih dapat ditelusuri dari makna kata terjun dan kata payung, yaitu melakukan terjun dari udara dengan memakai semacam payung. Hasil perpanduan dua verba seperti ini dinamakan verba majemuk. Penanda lain verba majemuk adalah urutannya tetap dan tidak dapat dipertukarkan tempatnya. Contoh: 1) terjun payung tidak dapat menjadi payung terjun; 2) siap tempur tidak dapat menjadi tempur siap; 3) tatap muka tidak dapat menjadi muka tatap.
            Verba nominal pada dasarnya mempunyai ciri yang sama dengan verba majemuk. Suami-istri merupakan verba nominal karena maknanya masih dapat diuraikan dari makna kata suami dan istri. Hal ini sangat jelas berbeda dengan idiom. Idiom juga terbentuk melalui proses penggabungan beberapa kata. Perbedaan antara verba majemuk dan nomina majemuk dengan idiom terdapat pada penulusuran makna kata yang membentuknya. Jika makna verbal majemuk dan nominal majemuk masing dapat diuraikan, makna idiom tidak dapat diuraikan secara langsung dari masing-masing makna yang tergabung. Kata naik dapat digabungkan dengan darah sehingga terbentuk naik darah. Perpaduan dua kata ini menimbulkan makna baru dan tidak ada hubungannya dengan darah yang naik.
            Berdasarkan panjang-pendeknya, verba majemuk dan verba nominal berbeda dengan idiom. Perpaduan bentuk majemuk pada umumnya terdiri atas dua kata. Tatap muka, bunuh diri, dan maju mundur merupakan contoh verba majemuk dan uang pangkal, anak cucu, dan cetak coba merupakan contoh verba nominal. Akan tetapi, perpaduan pada bentuk idiom dapat terdiri dari dua kata atau lebih. Kata bertepuk sebelah tangan, bermain api, dan memancing di air keruh adalah bentuk-bentuk idiom.

II. PEMBAHASAN


Verba Majemuk
            Verba majemuk adalah verba yang terbentuk melalui proses penggabungan satu kata dengan kata yang lain. Dalam verba majemuk, penjejeran dua kata atau lebih itu menumbuhkan makna yang secara langsung masih bisa ditelusuri dari makna masing-masing kata yang tergabung.
Idiom juga merupakan perpaduan dua kata atau lebih, tetapi makna dari makna-makna masing-masing kata yang tergabung. Kata naik misalnya, dapat dipadukan dengan kata darah sehingga menjadi naik darah.
Kalau dipakai formula untuk membedakan idiom dengan verba majemuk, maka perbedaan itu adalah:
Idiom : A + B menimbulkan makna C
Verba majemuk : A + B menimbulkan makna AB
Salah satu ciri lain dari verba majemuk adalah ahwa urutan komponennya seolah-olah telah menjadi satu sehingga tidak dapat dipertukarkan tempatnya. Karena keeratan hubungannya verba majemuk juga tidak dapat dipisahkan oleh kata lain. Bentuk *temu wicara, *siap guna tempur, dan *tatap dengan muka.
            Verba majemuk juga dibedakan dari idiom panjang-pendeknya bentuk. Biasanya verba majemuk pendek dan umumnya terbatas pada dua kata.
Verba majemuk harus pula dibedakan dari frasa verba. Frasa verba juga terdiri dari dua kata atau lebih. Berdasarkan bentuk morfologisnya, verba majemuk terbagiatas (1) verba majemuk dasar, (2) verba majemuk berafiks, dan (3) verba majemuk berulang. Berdasarkan komponen-komponennya, verba majemuk terbagi atas (i) verba majemuk bertingkat, dan (ii) verba majemuk setara. Verba majemuk bertingkat adalah verba majemuk yang salah satu komponennya merupakan inti. Hubungan itu dapat dilihat jelas apabila apabila verba majemuk itu diparafrasekan. Contohnya:
jumpa pers                   = jumpa dengan pers
haus kekuasaan           = haus akan kekuasaan
verba majemuk setara ialah verba majemuk yang kedua komponennya merupakan inti. Hubungan itu dapat dilihat pada parafrase sebagai berikut:
timbul tenggelam         = timbul dan tenggelam
jatuh bangun               = jatuh dan bangun
Jelaslah bahwa bukan satu komponen yang menjadi inti, tetapi kedua-duany. Dari parafrase tersebut terlihat bahwa hubungan kedua komponen bersifat koordinatif.
1. Verba Majeuk Dasar
Yang dimaksud dengan verba majemuk dasar ialah verba majemukyang tidak verafiks dan tidak mengandung komponen berulang, serta dapat berdiri sendiri dalam frase, klausa, atau kalimat. Ada tiga pola verba majemuk dasar yang paling umum yaitu (a) komponen pertama berupa verba dasar dan komponen kedua berupa nomina dasar, seperti mabuk laut; (b) komponen pertama berupa adjectiva dan komponen kedua berupa verba, sepert kurang makan; (c) kedua komponen berupa verba dasar seperti hancur lebur.
2. Verba Majemuk Berafiks
Verba majemuk berafiks ialah verba majemuk yang mengandung afiks tertentu. Verba majemuk berafiks dapat dibagi menjadi tiga kelompok.
a.       Verba majemuk berafiks yang pangkalnya berupa bentuk majemuk yang tidak dapat berdiri sendiri dalam kalimat disebut verba majemuk terikat.
b.      Verba majemuk berafiks yang pangkalnya berupa bentuk majemuk yang dapat berdiri sendiri disebut verba majemuk bebas.
c.       Verba majemuk berafiks yang komponennya telah berafiks lebih dahulu
3. Verba majemuk berulang
Verba majemuk dalam bahasa Indonesia dapat direduplikasi jika kemajemukannya bertingkat dan jika intinya adalah bentuk verba yang dapat direduplikasikan pula. Hanya komponen verba yang mengalami reduplikasikan pula. Contoh:
Naik pangkat naik-naik pangkat
Pulang kampung pulang-pulang kampong
Dari contoh diatas tampaklah bahwa hanya komponen verba yang mengalami reduplikasi.
Ciri-ciri yang membedakan kata majemuk dari frase:
1. Ketaktersisipan, yaitu komponen-komponen kompositum tersebut tidak dapat disisipi apa pun. Harimurti member contoh kata alat negara. Kata ini masih bisa disisipi partikel dari sehingga menjadi alat dari negara. Jadi, kate ini bukan kata majemuk, melainkan frase.
2.  Ketakterluasan, yaitu komponen-komponen kompositu tersebut tidak dapat diafiksasi dan dimodifikasi. Jika terjadi perluasan, itu pun hanya mungkin untuk semua komponen sekaligus. Contoh yang diberikan adalah kereta api yang dapat dimodifikasi menjadi perkeretaapian.
3.  Ketakterbalikan, yaitu komponen-komponen tersebut tidak dapat dipertukarkan. Menurutnya, bapak ibu, pulang pergi, dan lebih kurang bukanlah komposisi melainkan frase koordinatif karena dapat dibalikkan. Arif bijaksana, hutan belantara, dan bujuk rayu barulah disebut kompositum karena tidak dapat dibalikkan.
Jadi, menurut Harimurti, jika tidak memenuhi ciri-ciri di atas, bentuk tersebut bukan kompositum, melainkan frase.
Banyak pendapat mengenai kompositum. Harimurti menyebutkan bahwa ada variasi dalam kata majemuk, yaitu kata majemuk kompleks seperti memukul mundur, menembak mati, dan bersatu padu, dan kata majemuk simpleks seperti anak sungai, lemah semangat, dan daya juang. Oleh karena itu, Karimurti membuat bagan kata majemuk yang hasilnya diuraikan seperti di bawah ini:
 leksem tunggal + kata berafiksàKata majemuk
                  Contoh: lomba mengarang
                                Salah asuhan
 kata bereduplikasi + leksem tunggalàKata majemuk
                  Contoh: keras-keras lemah
                                Tua-tua keladi
 leksem tunggal + fraseàKata majemuk
                  Contoh: mabuk bungan raya
 kompositum dalam kompositumàKata majemuk
                  Contoh: tanah tumpah darah
Menurut Harimurti, kompositum juga harus dibedakan dari idiom dan semi-idiom. Idiom adalah konstruksi yang maknanya tidak sama dengan makna komponen-komponennya. Semi-idiom ialah konstruksi yang salah satu komponennya mengandung makna khas yang ada dalam konstruksi itu saja. Konsep idiom dan semi-isiom ini juga dapat terjadi dalam kompositu. Karena itu, Harimurti memberikan contoh-contoh yang dapat membantu kita membedakan kompositum idiomatic dan semi-idiomatis.
Kompositum non-idiomatis, contohnya: adu lari, akal budi, alih tugas, anak cucu, dan jual beli. Kompositum semi idiomatis, contohnya: anak angkat, banting harga, gatal tangan, dan harga diri. Kompositum idiomatis contohnya: banting tulang, buah bibir, bulan madu, jantung hati, dan darah daging. Harimurti lalu melakukan pengklasifikasian kompositum menjadi lima golongan:
1.               Kompositum subordinatif substantif (tipe A)
2.               Kompositum subordinatif atributif (tipe B)
3.               Kompositum koordinatif (tipe C)
4.               Kompositum berproleksem (tipe D)
5.               Kompositum sintetis (tipe E)
Contoh yang diberikan Harimurti untuk tipe-tipe di atas antara lain sebagai berikut:
a) Tipe A: anak air, bibir cawan, buah hati, kepala keluarga, mata panah, perut bumi, suku kata, dan tangan baju.
b) Tipe B: banyak akal, banyak bicara, bebas tugas, berat hati, gelap hati, hilang akal, campur tangan, buruk hati, datang bulan, mati rasa, naik gaji, kurang darah, lepas tangan, panjang umur, ringan tangan, patah tulang, senang hati, tipis harapan, tunarungu, dan tebal muka.
c) Tipe C: adat istiadat, aman sejahtera, panjang lebar, besar kecil, ayah ibu, basah kuyup, anak cucu, dan ambil alih. Di sini disebutkan contoh ayah ibuyang berpola ‘a pria, b wanita’. Jika dibandingkan dengan bapak ibu, sebenarnya contoh ini tidak berbeda, namun konteks kalimatlah yang membedakan kedua kata ini sebagai kompositum dan frase.
d) Tipe D: asusila, bilingualisme, metafisika, makro-ekonomi, dan semifinal.
e) Tipe E: geofisika, sentimeter, dan psikologi.
Dalam tabelnya di bagian akhir, Harimurti membagi kompositum subordinatif menjadi bagian yang lebih khusus, yaitu:
a) Subordinatif bebas: Idiom  kutu buku dan kambing hitam; Non-idiom  basah kuyup dan peran serta
b) Subordinatif terikat: Idiom  banting tulang dan darah dingin; Non-idiom  limpah ruah dan salah guna
c) Kompositum yang mengandung pengulangan  satu padu, hina dina, kaya raya, dan adat istiadat.
Begitu juga dengan kompositum koordinatif, Harimurti membaginya menjadi:
a) Koordinatif bebas: Idiom  tanah air dan darah daging; Non-idiom  sunyi senyap dan cantik jelita
b)Koordinatif terikat: tidak ada contoh Idiom; Non-idiom  sebar luas, kembang biak, lipat ganda
c) kompositum berproleksem  amoral, antar-bangsa, hipotaksis, dan paranormal.
Jadi, Harimurti membedakan kompositum dan frase melalui proses pembentukannya dan unsur-unsur pembentuknya. Karena itu, dalam buku Harimurti, terdapat istilah paduan leksem, berbeda dengan ahli lainnya yang hanya menyebutkan komposisi atau kata majemuk. Konsep kata mejemuk dalam buku Harimurti dengan buku ahli lainnya sebenarnya tidak begitu berbeda. Marilah kita lihat komposisi dalam buku yang lain.
Pengertian komposisi atau pemajemukan menurut Muslich ialah bergabungnya dua morfem dasar atau lebih secara padu dan menimbulkan arti yang baru. Hasil proses pemajemukan disebut bentuk majemuk. Dalam hal ini, Muslich berbeda pendapat dengan Harimurti yang menyebutkan bahwa hasil dari proses pemajemukan disebut kompositum yang merupakan calon kata majemuk. Dengan kata lain, Harimurti membedakan kata majemuk dengan kompositum, sedangkan Muslich tidak membedakannya. Namun, muslich menyebut kata majemuk sebagai bentuk majemuk.
Perbedaan antara frase dan bentuk majemuk menurut Muslich adalah konstruksi katanya. Muslich menunjukkan bahwa suatu konstruksi kata benda dan kata kerja, contoh: adik tidur, memiliki dua kemungkinan, yaitu fungsi predikatif dan fungsi atributif. Fungsi predikatif terjadi apabila frasa tersebut dapat disisipi bentuk yang menyatakan aspek (misalnya akan, telah, dan sedang). Fungsi atributif dapat disisipi bentuk yang atau tidak. Sebagai contoh, adik tidur yang dapat disisipi (menjadi adik yang tidur) merupakan frase dan kamar tidur (tidak dapat disisipi) merupakan bentuk majemuk. Kemudian, konstruksi kata benda, contoh: kaki tangan memiliki fungsi posesif atau koordinatif. Fungsi posesif tersebut ditandai dengan adanya bentuk –nya atau kata milik yang dapat disisipi, sedangkan fungsi koordinatif dapat disisipi bentuk dan.
Berbeda halnya dengan kata majemuk yang tidak dapat disisipi bentuk atau unsur lain seperti yang terdapat dalam frasa. Unsur tersebut jika diberi afiks dianggap sebagai satu kesatuan bentuk. Dilihat dari sifat unsur, bentuk majemuk umumnya belum pernah mengalami proses morfologis, contoh: kamar kerja dan terima kasih. Lalu, konstruksinya juga tidak dapat dibalik, seperti kamar mandi tidak bisa dibalik menjadi mandi kamar. Karena itu, menurut Muslich, dalam bahasa Indonesia memang terdapat bentuk majemuk karena secara konstruktif bentuk majemuk ini dapat dibedakan dengan frase.
Menurut Muslich, bentuk-bentuk majemuk tertentu mudah sekali dikenalsebab artinya memang benar-benar “berbeda”, atau sama sekali tak berhubungan dengan arti dari setiap unsur pembentuknya (2009:60). Contoh bentuk ini adalah kambing hitam, meja hijau, dan gulung tikar. Bentuk-bentuk inilah yang dalam buku Harimurti disebut kompositum idiomatis. Bentuk-bentuk lain yang dianggap sebagai kata majemuk antara lain pisang goreng dan singkong rebus.
Muslich membagi tiga jenis bentuk majemuk berdasarkan hubungan unsur0unsur pendukungnya:
(1) Bentuk majemuk unsur pertama diterangkan (D) oleh unsur kedua (M);
(2) Bentuk majemuk yang unsur pertama menerangkan (M) unsur kedua (D);
(3) Bentuk majemuk yang unsur-unsurnya tidak saling menerangkan, tetapi hanya merupakan rangkaian yang sejajar (kopulatif), biasa disebut dwandwa.



III. PENUTUP


A.    Kesimpulan
Kompositum atau bentuk majemuk adalah penggabungan dua bentuk kata atau lebih. Bentuk ini terdiri atas verba majemuk dan verba nominal. Verba majemuk adalah deret dua kata atau lebih menghasilkan makna yang masih dapat diruntut dari makna komponennya yang tergabung (Moeliono, 2001: 22).
Verba majemuk adalah verba yang terbentuk melalui proses penggabungan satu kata dengan kata yang lain. Dalam verba majemuk, penjejeran dua kata atau lebih itu menumbuhkan makna yang secara langsung masih bisa ditelusuri dari makna masing-masing kata yang tergabung.

B.     Saran
            Makalah ini masih jauh dari kata sempurna untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari  para pembaca sekalian demi kesempurnaan makalah ini kedepannya.















DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zaenal, dan Junaiyah H.M. 2009. Morfologi, Bentuk, Makna, dan Fungsi. Jakarta: PT Gramedia Widiarsarana Indonesia.
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: Rineka Cipta.
Kridalaksana, Harimurti. 1987.  Beberapa Prinsip Perpaduan Leksem dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
________.  2009.  Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Muslich, Masnur. 2009. Tata Bentuk Bahasa Indonesia: Kajian ke Arah Tatabahasa Deskriptif. Jakarta: Bumi Aksara.
Parera, Jos Daniel. 2007. Bahasa Morfologi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Ramlan, M. 2001. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: C.V Karyono.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar