A. Pendahuluan
Kemajuan
teknologi dan ilmu pengetahuan telah
meningkatkan derajat hidup manusia. Dengan kemajuan teknologi dan ilmu
pengetahuan, kebutuhan hidup manusia yang dulu sulit dipenuhi kini menjadi
relatif mudah. Untuk bisa makan daging, orang zaman dahulu harus berburu dulu
ke hutan, sekarang daging itu sudah dikemas sedemikian rupa dan siap disajikan.
Asal punya uang, daging siap makan itu sudah tersedia di berbagai tempat yang
bernama minimarket atau supermarket. Kemudahan itu pun terjadi dalam hal
penyiapan pakaian, minuman, dan perlengkapan hidup lain. Dalam soal interaksi
misalnya, untuk bertegur sapa dengan saudara diluar kota, dulu orang harus
berjalan atau berkendara untuk
melakukannya. Sekarang, dengan sebuah handphone, kita bisa melakukannya tanpa
beranjak sedikit pun.
Berkah
kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi juga memberikan kemudahan dalam dunia
pendidikan. Berkat komputer dan internet, pencarian literatur bisa dilakukan
dengan kecepatan dan kuantitas yang
nyaris tidak terkira. Bayangkan saja, dahulu untuk memperoleh beberapa
artikel tentang suatu teori atau topik, kita harus mengunjungi beberapa
perpustakaan. Sekarang, dengan bantuan internet dan komputer, ribuan literatur
(jika itu ada) dengan begitu cepat dan mudah sudah tersaji pada monitor di
depan kita.
Kunci kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tiada
lain adalah adanya penelitian. Proses penelitian inilah yeng menciptakan
pembaharuan-pembaharuan dalam hidup kita. Termasuk di dalamnya pembaharuan di bidang pendidikan.
B. Pengertian Penelitian
Kata penelitian
terdiri atas kata dasar teliti dan
konfiks pe-an. Konfiks pe-an dalam kata tersebut bermakna proses. Kata teliti pada kata penelitian jika kita telaah lebih dalam dengan rasa bahasa,
memiliki makna yang lebih dinamis dibanding kata teliti pada kata ketelitian.
Sebagai akibat penggunaan konfiks pe-an, kata teliti pada kata penelitian sejajar dengan makna kegiatan meneliti, maknanya terasa lebih
ditekankan pada suatu proses kegiatan mencari, menemukan dan menelaah. Berbeda
jika kata teliti itu diberi afiks ke-an
menjadi kata ketelitian, maknanya akan terasa lebih menekankan pada makna hal dan hasil.
Kegitan
penelitian dilakukan tentu karena ada tujuan. Dilihat dari tujuannya, penelitian
bisa dibagi menjadi dua kelompok, yaitu penelitian murni dan penelitian
terapan. Penelitian murni adalah
penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan teori atau ilmu.
Penelitian ini lebih menekankan pada upaya menemukan hal-hal baru atau
pengetahuan baru yang lebih detil, mendalam, atau bisa juga lebih luas. Dalam
bidang bahasa, yang tergolong penelitian murni diantaranya adalah kajian terhadap jenis-jenis afiks dalam
bahasa Sunda; pola kalimat bahasa Bima; proses morfologis pembentukan
kosakata baru bahasa gaul dll.
Penelitian
terapan adalah penelitian yang dilakukan untuk
menerapkan ilmu atau teori yang
ada untuk keperluan praktis, yang bermanfaat secara langsung dalam kehidupan
manusia. Penelitian terapan ini bisa dikatakan lanjutan dari penelitian murni.
Jika penelitian murni dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan keingintahuan,
maka penelitian terapan ditekankan pada pemanfaatan pengetahuan baru tersebut
untuk keperluan yang yang lebih praktis dan pragmatis, atau lebih berkaitan
langsung dengan kebutuhan hidup manusia. Dorongan utama penelitian ini adalah keinginan manusia untuk memecahkan
masalah-masalah kehidupannya dengan pendekatan ilmiah. Dalam hal ini, ilmu atau
teori (baik yang baru maupun lama) dimanfaatkan sebagai alternatif
pemecahan masalah-masalah tersebut. Dalam bidang bahasa, contoh
penelitian yang berkategori penelitian terapan
misalnya: efektivitas penggunaan pola reptisi dalam bahasa dakwah (dilakukan oleh lembaga dakwah
untuk meningkatkan efektivitas program
lembaga tersebut); pemanfaatan teknik
penyingkatan dalam penyusunan iklan
baris dan kolom (dilakukan para praktisi iklan untuk meningkatkan efektivitas
periklanan); penggunaan mind map (peta
pikiran) dalam pembelajaran membaca kritis (dilakukan oleh guru/dosen
membaca untuk meningkatkan efektivitas
pembelajaran membaca), dll.
Dengan dasar
pijakan cara pemaknaan di atas,
penelitian bisa diartikan sebagai suatu
proses pencarian, penemuan, penelaahan, yang dilakukan dengan teliti, kritis,
dan sistematis untuk memperoleh pengetahuan baru atau untuk pemecahan masalah.
C. Jenis Penelitian
Menurut tujuannya, seperti telah dijelaskan
sebelumnya, bisa dibagi dua yaitu penelitian murni dan penelitian terapan.
Dilihat dari Kesengajaan melakukan penelitian, penelitian bisa dibedakan
menjadi penelitian ilmiah dan alamiah. Dilihat dari pendekatannya, penelitian
bisa dikelompokkan menjadi delapan, yaitu penelitian survey, ex post facto, eksperimen, naturalistik,
policy reseach, action reseach,
evaluasi , dan sejarah. Dilihat dari
tingkat eksplanasinya, penelitian
bisa dikelompokkan menjadi tiga, yaitu deskriptif, komparatif, dan asosiatif.
Dilihat dari jenis data yang diteliti, penelitian bisa dikelompokkan menjadi
tiga jenis yaitu penelitian kualitatif, kuantitatif, dan kuantilatif (gabungan
kuantitatif dengan kualitatif).
1. Penelitian Dilihat dari Kesengajaan
Melakukan Penelitian
Dilihat dari
aspek kesengajaan melakukan penelitian, kegiatan ini bisa dikelompokkan menjadi
dua macam penelitian, yaitu penelitian alamiah dan penelitian ilmiah.
Penelitian alamiah adalah penelitian yang dilakukan sebagai akibat dari kodrat
manusia yang selalu ingin tahu dan tidak puas dengan apa yang sudah dimiliki.
Penelitian alamiah ini terjadi begitu saja. Bisa dikatakan lebih diakibatkan
oleh keinginan bertahan hidup dengan kehidupan yang lebih baik.
Penelitian
ilmiah merupakan penelitian lanjutan dari penelitian alamiah. Kegiatan ini
dilakukan secara lebih sadar dan terprogram. Dasar tindakan kegiatannya bukan
lagi hanya sekedar insting, tetapi pengetahuan dari pengelaman yang telah
teruji kebenarannya. Pengetahuan yang telah teruji kebenarannya itu adalah apa
yang biasa disebut dengan teori, dalil, ataupun ilmu. Untuk memperoleh teori, dalil, atau ilmu, manusia telah mengalami
proses pencarian, penemuan, dan pengujian dengan waktu yang lama dan
berulang-ulang. Ujung dari proses pencarian itu adalah terumuskannya apa yang
kita sebut ilmu pengetahuan. Penelitian ilmiah adalah penelitian yang telah
didasarkan pada teori dan ilmu pengetahuan yang sudah terumuskan itu.
Untuk lebih memberikan gambaran lebih konkret,
bagaimana manusia melakukan kegiatan penelitian ilamiah dan ilmiah, berikut ini disajikan dasar pemikiran dan
beberapa buktinya.
Tuhan
memberikan akal kepada manusia untuk selalu memikirkan apa yang didapat dan
diketahuinya. Hasil kegiatan berpikir itu menghasilkan pemahaman-pemahaman baru
tentang kehidupan dan apa yang dialaminya.
Ketika Adam dan Hawa berada di syurga, mereka sebenarnya telah mendapat
segalanya. Tetapi karena sebagai manusia mereka mempunyai akal, ia selalu
memikirkan segala sesuatu yang ada termasuk kemunginan-kemungkinan rasionalnya.
Ada saatnya
mereka terlena menggunakan akal itu, yaitu ketika Iblis memberikan pengalaman
baru berupa adanya fakta berbentuk pohon
khuldi dan buahnya yang ranum. Fakta adanya pohon dan buah itu, ditambah dengan
masukan informasi dari sang Iblis bahwa buah itu mammpu meberi faedah
kekekalan, menuntun akal mereka untuk berpikir dan melakukan pembuktian dengan
memakannya. Sebenarnya, Tuhan telah melarang mendekati pohon itu dan memakan
buahnya. Tetapi karena desakan kepenasaran lebih kuat, mereka memakan buah itu,
sekaligus melanggar perintah Tuhan dengan sendirinya. Terlepas dari berbagai
penafsiran agamis, kisah itu menunjukkan
bahwa Adam dan Hawa sebagai sosok manusia memang sudah secara kodrati memiliki
dorongan untuk melakukan apa yang disebut penelitian.
Memang
selalu ada pilihan pada akhir memuaskan keingintahuan, yaitu iming-iming
keuntungan (penemuan baru yang lebih baik), atau ancaman kerugian (resiko
kegagalan yang ditemukan). Dalam kisah Adam-Hawa, Iblis, dan buah Khuldi,
penelitian manusia berakhir bencana (diusir dari Syurga), tetapi dari proses
penelitian, manusia menemukan sebuah kesimpulan yang sangat berharga : Jangan
membangkang kepada Tuhan dan jangan percaya terhadap masukan Iblis.
Sebagai
salah satu bukti proses penelitian almiah, kita bisa melihatnya pada bagaimana manusia belajar sejak bayi.
Perhatikan salah satu contoh berikut.
Ada seorang
bayi dalam sebuah ruangan bermain dengan kedua orang tuanya. Si bayi tertarik
dengan sebuah obyek (bola) namun tidak dapat meraihnya. Ia tentu belum mampu
berkata “Ma, tolong ambilkan bola”. Si
bayi hanya mampu memandang bola dan mengeluarkan suara “baa’ atau sejenisnya.
Ketika tidak ada respon baik dari sang
ayah maupun ibunya, dia bersuara “baa” lagi, lagi, dan lagi bahkan lebih keras.
Teriakan itu adalah ekspresi hasrat yang
tidak terpuaskan, tetapi pada sisi lain merupakan alat menarik perhatian orang lain agar
memahami keinginannya.
Si ayah dan ibu akhirnya
memperhatikannya. Spekulasi pemikiran tentu akan terjadi dalam benak ayah dan ibunya.
“Anak kita lapar mungkin , Bu!” kata si ayah.
“Saya kira tidak,” jawab si Ibu, “Dia baru
saja makan”. “Mungkin popoknya perlu diganti,” kata si ibu.
“Bukankah kamu baru menggantinya
setelah makan?” tanya si ayah.
“Iya,ya” jawab si Ibu.
Setelah beberapa dugaan atau
hipotesis dicoba, akhirnya orang tua tersebut sampai pada kemungkinan bahwa
anaknya menginginkan sesuatu. Bunyi “baa” mengarah pada sesuatu dalam ruangan.
Di ruangan itu ada bola yang terus dilihat si bayi. Si ibu mengembangkan
hipotesis baru. Mungkin si anak menginginkan bola. Dia mengambilnya
memberikannya kepada anaknya dan dengan intonasi naik bertanya “bola?”. Si anak
meraih bola itu dengan wajah ceria dan disertai tawa lucu.
Secara
alamiah, proses tadi memberi pengetahuan baru bagi si bayi bagaimana menarik
perhatian orang tua dan memenuhi
hasratnya. Bagi si ayah dan ibu, peristiwa tersebut memberinya pengetahuan
baru bagaimana memahami simbol-simbol komunikasi dari anaknya.
Baik si bayi
maupun kedua orang tuanya sama-sama
melakukan proses penelitian. Meskipun belum
dalam tahap pemaknaan ‘sadar’, prilaku sang bayi sudah merupakan ekspresi
dari potensi manusia untuk berusaha memecahkan masalah. Dalam dirinya sudah ada
kesadaran akan adanya ‘masalah’ dan ada upaya untuk memecahkannya dengan
berkata ‘baa’ beberapa kali. Dengan tingkatan yang lebih tinggi, proses
penelitian juga dilakukan sang orang tua. Ucapan ‘baa’ sang anak adalah sebuah
fenomena. Beberapa dugaan mereka sebagai hasil dari kegiatan berpikir adalah
hipotesis. Hipotesis itu kemudian diuji dengan fakta empiris berupa apa yang
telah mereka lakukan. Dengan menggunakan
logika, akhirnya mereka bisa menghubungkan antara dugaan dan fakta sehingga
sampai pada kesimpulan bahwa sang anak
menginginkan bola.
Ada contoh
lain. Seorang anak beretnis Jawa sedang belajar bahasa Sunda sebagai bahasa
keduanya. Suatu hari ia menyaksikan dua orang sebayanya (beretnis Sunda) bermain bulutangkis. Pada suatu saat, shutle cock yang mereka gunakan jatuh
agak jauh dari mereka berdua. Mereka kemudian berselisih saling menyuruh.
“Cokot
atuh, Ris (Ambil dong, Ris!)” kata anak yang satu.
“Cokot
ku maneh ah (ambil oleh mu saja!)” kata anak yang lain.
Bagi anak
beretnis Jawa yang menyaksikan, dialog tersebut membingungkan. Dalam bahasa
Jawa, cokot berarti ‘gigit’. Baginya
tidak masuk akal shutle cock harus digigit. Kebingungan itu akhirnya
berkurang ketika ia melihat salah seorang anak itu mengambil shutle cock sambil berkata,
“Oke lah, cokot ku sayah (Baiklah saya
ambil)”
Anak
beretnis Jawa itu, memperoleh pelajaran arti kata cokot dalam bahasa Sunda. Ia
menjadi semakin yakin tentang arti kata cokot tadi setelah bertanya kepada pamannya yang kebetulan bisa
berbahasa Jawa dan Sunda.
Contoh di
atas dan contoh sebelumnya menunjukkan bahwa penelitian secara alamiah telah
biasa dilakukan manusia. Karena adanya akal sebagai potensi ‘built in’ yang diberikan Tuhan, manusia
mampu merespon segala macam yang terjadi diluar dirinya menjadi sebuah bahan
untuk memperoleh pengetahuan baru. Proses memperoleh pengetahuan baru yang
terjadi begitu saja (tidak direncanakan oleh manusia) merupakan proses alamiah,
sebuah proses yang mengikuti hukum alam. Hukum alamnya adalah, ada sesuatu yang
terjadi di luar diri manusia dan manusia akan menjadikannya sebagai bahan
berpikir.
Dari jutaan
(atau tidak terhitung) pengalaman manusia dalam melakukan pencarian ilmu
pengetahuan baru, salah satunya telah sampai pada satu kesimpulan bahwa perlu dirumuskan cara bagaimana melakukan
penelitian yang efektif dan efesien. Efektif
artinya hasil yang didapat sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai. Efesien berarti bahwa prosesnya menguntungkan
dari berbagai aspek, seperti cepat (hemat waktu), murah (hemat biaya), mudah
(hemat cara) dan ringan (hemat tenaga).
Meskipun sekarang telah banyak sekali rumusan
teori dan ilmu penelitian, bukan berarti proses perumusan penelitian yang
efektif dan efesien itu telah tercapai secara final. Secara filsafi, tidak ada
proses pencarian kebenaran yang final selagi manusia (sebagai subjek dalam
penelitian) masih hidup, dan alam dunia (sebagai objek yang diteliti) belum
kiamat.
Kalau kita
mencoba membaca rumusan para pakar penelitian, kita bisa memperoleh ilmu
pengetahuan tentang penelitian. Beberapa literatur atau kepustakaan yang bisa
kita temukan untuk mempelajari ilmu penelitian diantaranya adalah : Prosedur
Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek)
karya, Suharsimi Arikunto; Metode dan Masalah Penelitian Sosial karya A. James Black dan Dean J.
Champion; How to Design and Evaluate Research in Education karya Jack R.
Fraenkel dan Norman E. Wallen; Metodologi
Penelitian karya Furqon, Metodologi Penelitian Masyarakat karya Kuntjoroningrat; Metode
Penelitian Sosial karya Manase
Mala; Metode Research karya Nasution; Metode Penelitian Komunikasi
karya Jalaludin Rakhmat; Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta karya H.E.T
Ruseffendi; Metode Penelitian Administrasi karya Sugyono; Metodologi
Penelitian karya Sumadi Suryabrata, dan Second
Language Research Methods karya Herbert W. Selinger dan Elena Shohamy.
Masih banyak lagi buku-buku penelitian
lain yang bisa kita baca, apalagi kalau mau sebentar saja mengunjungi
perpustakaan, toko buku, atau web site di Internet.
Penelitian
selalu diawali dan didasarkan pada suatu masalah, baik masalah yang bersifat
konseptual-teoretis maupun masalah yang berkaitan dengan kegiatan di lapangan.
Penelitian yang didasarkan pada metode ilmiah (penelitian ilmiah) dimaksudkan
untuk menemukan kebenaran (truth)
dalam kerangka pemecahan.
Ada tiga hal
yang perlu mendapat perhatian dalam memahami penelitian, yaitu:
a.
Penelitian dilakukan dalam kerangka pemecahan masalah;
b.
Penelitian dilakukan untuk menemukan kebenaran (truth) yang relevan dan bermanfaat bagi
pemecahan masalah yang dilakukan; dan kebenaran tersebut dikaji dan ditemukan
melalui metode ilmiah.
c.
Penelitian dapat menggunakan berbagai prosedur yang
berbeda, seperti observasi, pengajuan pertanyaan, eksperimen, dan pemerolehan.
Misalnya penelitian dengan pemerolehan.
Seorang
pembelajar bahasa kedua (Bahasa Inggris), dapat belajar dengan mendengarkan
pengguna bahasa asli (native speaker)
dan berusaha untuk menghimpun, meniru, dan mengikuti cara penutur asli
berbicara. Penelitian dilakukan dengan menempuh langkah-langkah dengan aturan
tertentu yang secara logika dapat diharapkan menemukan kebenaran ilmiah.
Beberapa
ciri metode ilmiah yang membedakannya dari pandangan umum (common sense), yaitu:
a.
Menggunakan struktur teoretis dan skema konseptual
yang dibangun secara sistematik, sehingga konsisten/koheren dan
berkorespondensi dengan realitas;
b.
Menguji, secara empirik dan sistematik, teori dan
hipotesis yang digunakan;
c.
Melakukan kontrol yang sistematik untuk menyisihkan
hipotesis rival atau peubah yang mungkin menjadi penyebab bagi peubah terikat
yang tengah dikaji;
d.
Mencari hubungan antara peubah secara konsisten dan
sistematik; dan
e.
Menyisihkan proporsi yang bersifat metafisik.